“ Kang Asep, bagaimana hukumnya mempelajari Hypnosis? “
“Apakah mempelajari NLP dan Hypnosis itu dapat dibenarkan sesuai Syari;ah , Kang ?
“ Bukankah dalam Hypnosis itu digunakan kekuatan Jin sehingga ini bagian dari praktek kuasa kegelapan?”
“
Pondok pesantren kok mengajarkan Hypnosis sih? Kok kontradiksi sih
harusnya kan mengajarkan kebaikan lha kok malah mengajarkan kesesatan?
“
Pertanyaan-pertanyaan senada baik tidak langsung maupun langsung sudah
biasa saya dapatkan, khsusnya saat menyampaikan kuliah, ceramah,
workshop mengenai Hypnosis. Rupanya benar kata orang bijak bahwa manusia
seringkali takut akan hal yang belum diketahuinya. Hal ini tidak hanya
menerpa pada orang awam. Sebagian ilmuwan pun yang dididik untuk
menghindari apriori dan melakukan aposteriori kadang terjebak dalam
memberikan judgment sebelum mengetahui dan mendalami fenomenanya.
Tahun
2007, panitia seminar ilmiah dan workshop yang semula menyatakan senang
saat saya bersedia sharing tentang Hypnotherapy , suatu kali menelpon
“Mohon maaf kang Asep, kayaknya kegiatan sharingnya bisa batal, ada
kolega saya yang menentang dan berkata bahwa belajar hypnosis itu haram.
Sekarang ini saya sedang ketemu dengan Majlis Ulama Indonesia di kota
propinsi untuk menanyakan fatwa mengenai hal ini”. Menjelang kegiatan
saya tiba-tiba ditelepon, “Kang Asep ternyata tidak ada fatwa MUI yang
mengatakan Hypnosis itu Haram, jadi workshopnya dapat dilanjutkan“.
Saya
hadir di hari pertama sebagai penyampai makalah hasil penelitian
“Hypnotherapy effect of ibadah”. Baru saja saya menyampaikan pengantar,
pemakalah lain yang kebetulan tampil sebelum saya menyatakan “Hypnosis
itu Haram , memperdaya pikiran orang, memperlakukan orang lain seperti
budak yang tidak punya kehendak, dan memanipulasi orang lain, karena itu
tidak perlu Anda membahas hasil penelitian Anda”.
Pernyataan
ini ditimpali oleh audiens lain “Hypnosis itu haram, melibatkan setan
di dalamnya, dan hanya dilakukan dengan kekuatan khadam atau jin”.
Karena
moderator terhipnosis oleh hujatan-hujatan yang cenderung memanas dan
tidak sempat menengahi, saya dengan suara lantang menyampaikan “ Hadirin
sekalian, bila kita sepakat ini adalah forum ilmiah, berikan saya
kesempatan untuk menguraikan hasil penelitian saya secara lengkap,
kemudian silakan sanggah dan bantah bila secara metodologi ilmiah ada
kekeliruan”.
Untunglah sang kolega juga
hadirin mau mengikuti saran saya. Saat saya paparkan dasar kajian,
definisi, fenomena, proses, langkah hypnotherapy serta efek hypnotherapy
dari kegiatan ibadah, alih-alih mendapatkan sanggahan dan hujatan,
malah yang terlihat audience anggukan kepala tanda setuju dan mendengar
komentar“Ohhhh gitu tohhh!”. Bahkan pemakalah-pemakalah berikutnya yang
kebanyakan menampilkan rancangan-rancangan penelitian menjadikan hasil
penelitian saya sebagai rujukan,”Masya Allah”.
Di
luar seminar, saya menemui kolega dan audiens yang menyatakan Hypnosis
itu Haram dan bertanya, “Apakah anda pernah mempelajari Hypnosis secara
akademik? Apakah anda pernah mempelajari Hypnosis di laboratorium?
Apakah anda pernah mempelajari Ericksonian hypnosis? “
“Tidak…. Tidak pernah…!
“Apakah
pendapat Anda ‘Hypnosis itu memperdaya pikiran orang, memperlakukan
orang lain seperti budak yang tidak punya kehendak, dan memanipulasi
orang lain’ adalah akibat penemuan sendiri? Atau hasil dari pembuktian
ilmiah? “
“Tidak …
“ Lalu bila demikian atas dasar apa Anda mengatakan Haram ?
“ Karena Tokoh X , yang saya pandang sebagai Guru mengatakan demikian..”.
“
Baiklah. Seminar ini adalah seminar hasil penelitian. Tentu saja
pendapat dari otoritas dapat kita gunakan sejauh itu berdasarkan hasil
amatan, kajian dan penelitian dan daya kritisi kita terhadap pendapat
Otoritas, serta Otoritas memang adalah orang yang dipandang ahli dalam
bidang tersebut. Menurut pendapat saya, tokoh X yang Anda katakan tadi,
maaf bukanlah otoritas dalam bidang Hypnosis , bahkan jangan-jangan
belum pernah mempelajari mengenai Hypnosis dan tidak pernah tahu apa
fenomena Hypnosis dan tidak pernah tahu persis bagaimana proses Hypnosis
terjadi. Bila demikian halnya bagaimana bisa pendapatnya dipakai.
Bukankah dengan demikian kita melakukan fals logic?
“ Lalu kalau begitu, apa dong langkah yang harus saya lakukan agar tidak terpeleset dalam kekeliruan logika tadi? “
“Karena
forum ini adalah forum ilmiah, yang memerlukan aposteriori, sebuah
pandangan yang muncul akibat pembuktian, bukan apriori, pandangan yang
muncul sebelum ada bukti, ada baiknya Anda semua yang belum pernah
belajar megenai Hypnosis secara akademik dan belum pernah belajar
mengenai Ericksonian Hypnosis, saya undang untuk hadir di workshop
besok. Silakan anda amati, dan setelah itu barulah anda jatuhkan putusan
apakah mempelajari Hypnosis itu Wajib, Sunat, Mubah, Makruh atau Haram
seperti yang Anda tuduhkan.”.
Hari kedua,
workshop dibuka. Ruangan disiapkan untuk 20 orang peserta. Atas
permintaan rekan ilmuwan yang menjadi audiens di seminar hasil
penelitian pada hari pertama, akhirnya disesaki 35 orang. Uniknya 15
orang ini menempatkan diri menjadi pengamat, tidak mau menjadi peserta
aktif.
Pada waktu awal workshop, saya katakan kepada
mereka “Selama workshop ini, perlahan atau cepat, pandangan Anda
terhadap Hypnosis dapat berubah, termasuk keterlibatan Anda, bisa jadi
saat ini Anda hanya menjadi pengamat, lambat atau cepat Anda akan
menjadi peserta aktif”.
Peserta-peserta yang menjadi
pengamat cengar-cengir saja bahkan ada yang nyeletuk “Nggak mungkin”.
Saya timpali langsung “Mari kita buktikan, atas kesediaan Anda sendiri,
apapun menjadi mungkin”.
Kegiatan workshop
berlangsung lancar. Dengan memanfaatkan keunikan peserta, kekhasan dari
hal yang diyakini peserta, dan kebiasaan peserta dalam melakukan
kegiatan peribadatan dan mengakses state khusyuk, membuat workshop
menjadi lebih cair, gayeng, seru dan membuat pengamat bersedia mengubah
status menjadi peserta aktif..
Usai workshop,
saya mengajukan pertanyaan kepada salah satu pengamat eh peserta aktif,
yang mempunyai pemahaman mengenai fikih, yurisprudensi Islam
“
Setelah Anda mengamati dan mengalami pembelajaran mengenai Hypnosis,
menurut Anda apakah Anda menemukan apa yang Anda tuduhkan kemarin dalam
mempelajari Hypnosis?”
“ Tidak tuh! Tidak ada
memperdayai pemikiran orang lain. Saya tetap mempunyai kemerdekaan mau
mengikuti atau menolak pembelajaran dan pemrograman sang terapis. Tidak
ada juga memanipulasi kesadaran, saya merasa sadar penuh, bahkan sangat
sadar dan focus!”
“ Jangan-jangan anda rasakan bahwa ada kekuatan Jin…?”
“
Ah… sebagai orang yang mempelajari Ruqyah… saya tidak menemukan JIN
ikut-ikutan dalam proses ini, murni semuanya atas kendali diri sendiri”
“ Bila demikian halnya, menurut Anda saat ini ustadz apa hukum mempelajari Hypnosis?”
“Mempelajari Hypnosis menurut yang saya rasakan, bagi diri saya, sama seperti menuntut ilmu hukumnya fardu alias WAJIB”
“Ati-ati lho ustadz, menjatuhkan putusan!” kata saya “Saya jadi bingung nih, kemarin mengatakan HARAM sekarang katanya WAJIB?”
“Lho,
kemarin kan saya mendasarkan putusan baru pada KATANYA. Saya bicara
bukan karena pembuktian terlebih dahulu. Saya apriori saja. Sekarang
saya bicara gini kan aposteriori, mengamati sendiri, membuktikan sendiri
dan mengalami sendiri, dan ternyata apa yang saya tuduhkan itu, tidak
terbukti, malah saya dapat bukti lain!”
“Apa yang anda maksudkan dengan bukti lain?
“Saya
menjadi mengetahui bagaimana struktur mind, cara memanfaatkannya yang
benar dan cara membuat diri lebih berdayaguna dan lebih bermanfaat bagi
diri sendiri dan bagi orang lain”.
Apa iya hukumnya WAJIB, dilakukan mendapat pahala ditinggalkan berdosa ?”
“Ya , bukankah mensyukuri dan memanfaatkan apa yang diberikan Allah adalah WAJIB?”
“Ustadz, karena Anda belajar ilmu fikih, hukumnya belajar Hypnosis itu jadinya bagaimana?”
“ Ya tergantung?
“ Maksudnya….?
“ Tergantung apa materi yang dipelajarinya, maksud dari yang belajarnya , dan efeknya terhadap orang lain?
“ Jadi dapat beda-beda dong hukumnya ?”
“
Betul! Bisa jadi HARAM atau DILARANG, bila memang terbukti misalnya ada
pemanfaatan Jin di dalamnya, untuk tujuan buruk atau memberikan efek
buruk bagi orang lain”
“ Apakah bisa hukumnya SUNAH atau UTAMA ustadz ?’
“
Ya tentu, bila ternyata yang dipelajarinya adalah berkaitan dengan
pemanfaatan kesadaran manusia yang dapat memberikan efek maslahat dan
manfaat pada dirinya dan meningkatkan peluang untuk lahirnya kebaikan
dan keutamaan”.
“ Apakah bisa hukumnya MAKRUH atau BAIK DIHINDARI ustadz ?”
“
Ya! Bila saja ternyata yang dipelajarinya adalah hampir nyerempet ke
Syirik , atau si yang belajar bertujuan untuk ngisengin atau
memanfaatkan kelemahan orang lain!”
“ Terima kasih
ustadz, namun setelah ustadz sama-sama belajar dengan peserta lain,
secara umum apa sih hukumnya belajar Hypnosis ?”
“
Ya, kalau itu sih kembali ke kaidah usul fikih, yang menyatakan hukum
awal segala sesuatu itu adalah MUBAH atau BOLEH , sampai ada yang
melarangnya”.
“ Lalu, atas dasar apa dong kemarin ustadz mengatakan HARAM?”
“
Kemarin itu, saya teringat kaidah usul fikih yang menyatakan “Mencegah
kemunkaran itu harus lebih diutamakan daripada melakukan kebaikan”.
Karena saya belum tahu persis mengenai manfaat dan mudorotnya belajar
hypnosis, kan lebih aman bila kita menghindari keburukan yang dapat
ditimbulkannya. Namun demikian sebagai ilmuwan, harusnya saya mengambil
sikap tersebut setelah melakukan pembuktian, bukan sekedar percaya
begitu saja”.
“ Jadi setelah ini, apa yang akan ustadz lakukan ?”
“ Ya , lebih kurang seperti Anda.”
“ Boleh dijelaskan?
“
Meluruskan pendapat yang keliru pada ummat, mengajarkannya untuk
pemberdayaan ummat, dimulai dengan membangkitkan dirinya, sesuai pesan
Nabi “ibda binafsika”, mulailah dari dirimu, juga selaras dengan ajakan
ayat “Quw Anfusakum wa ahliykum Naaron” Jagalah dirimu dan keluargamu
dari siksa neraka”.
“ Apa sudah siap dihujat seperti saya kemarin? Di depan banyak orang lagi? Bahaya lho!”
“ Saya sudah siap…
“ Caranya menjadi siap ?
“
Model saja Nabi Muhammad yang saat dihujat oleh ummatnya dan berdo’a “
Ya Tuhan, maafkanlah mereka, karena mereka belum mengetahui”.
Apakah Hipnotis itu Haram?
Hak Cipta oleh FORUM HIPNOTIS KARAWANG. Diberdayakan oleh Blogger.
Leave a Reply